Masjid Agung Al Mahmudiyah yang terletak di Palembang

Jika Anda berkesempatan berkunjung ke Palembang, Sumatera Selatan, ada tempat wisata religi yang bisa Anda nikmati bersama keluarga. Letaknya di Desa 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II. Di kawasan ini terdapat sebuah masjid bernama Masjid Raya Al Mahmudiyah.

Masjid ini telah berdiri lebih dari 100 tahun, dan masih berdiri kokoh dengan desain dan struktur aslinya sejak pertama kali dibangun. Masjid, yang dikenal sebagai “Masjid Agung Al-Mahmudiyah”, sebagian besar tidak berubah selama bertahun-tahun. Renovasi kecil hanya dilakukan pada menara masjid,

 pemasangan ubin lantai, dan pemolesan dinding, sedangkan sisa bangunan tetap asli. Sebelum diberi nama Masjid Agung Al-Mahmudiyah, masjid ini dikenal dengan nama “Masjid Suro”. Nama ini diambil dari lokasinya di Jalan Ki Ranggo Wiro Sentiko Simpang Suro. Dari kota palembang jaraknya kurang lebih 1 km.

Pembangunan Masjid Agung Al-Mahmudiyah.

Masjid Agung Al Mahmudiyah yang dikenal juga dengan nama Masjid Suro pertama kali didirikan oleh Kh. Abdurrahman Delamat Syarifuddin pada tahun 1889. Pembangunannya memakan waktu 2 tahun hingga selesai, dan masjid ini resmi digunakan pada tahun 1891. Pendirinya menamakannya Masjid Suro, namun seiring berjalannya waktu dan diambil alih pengelolaan baru, nama tersebut diubah menjadi Grand Al-Mahmudiyah. Masjid pada tahun 2001.

Karena minimnya lembaga pendidikan di kawasan tersebut, masjid ini juga dijadikan sebagai pusat pembelajaran khususnya ilmu-ilmu berbasis agama Islam. Banyak orang yang tertarik dengan ajaran Islam yang disebarkan oleh Kiai Delamat. Penjajah Belanda khawatir kegiatan tersebut dapat menimbulkan pemberontakan sehingga mereka meminta

pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikannya. Namun Kyai tidak mengindahkan peringatan mereka dan tetap menjalankan tugasnya menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat.

Terakhir, pemerintah Hindia Belanda melarang salat Jumat di masjid, dan Kyai diperintahkan meninggalkan Palembang karena dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah. Karena tekanan yang tiada henti, Kyai Delamat tidak punya pilihan selain meninggalkan daerah itu dan pindah ke tempat lain. Beliau menetap di Desa Sarika hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di Masjid Babat Toman di Musi Banyu Asin, Provinsi Sumatera Selatan.

Di kemudian hari, putra-putranya, KH. Abdul Kodir dan KH. Muhammad Yusuf, berusaha memindahkan jenazah Kyai Delamat untuk dikebumikan di belakang mimbar Masjid Al-Mahmudiyah. Namun upaya mereka digagalkan oleh Belanda, dan Kyai Dlamat akhirnya dimakamkan di Pemakaman Jambangan di Desa 30 Ilir, Palembang.

Sebagai tambahan informasi, Kyai Delamat merupakan keturunan asli daerah Babat Toman. Ia pindah ke Palembang setelah dewasa dan bertempat tinggal di Lawang Kidul. Di masa mudanya, kearifannya membawanya diundang mengajar di Mekkah, Madinah, dan Yerusalem bersama Kiai Muara Ogan. Semasa hidupnya, Kyai Delamat tidak memiliki rumah atau tempat tinggal apa pun.

Tempat tinggalnya hanya di masjid-masjid yang didirikannya. Beberapa masjid yang dibangun Kyai Delamat antara lain Masjid Fajar Bulan, Masjid Babat Toman, Masjid Pulau Panggung, dan Masjid Pulau Sambi. Selain itu, masjid yang dibangun di Palembang adalah Masjid Rohmaniyah dan Masjid Suro (Al-Mahmudiyah), keduanya terletak di Desa Ilir, Palembang.

 https://hamdalahkubahkreasindo.com/